Ini lah realita era post truth, pantas kiranya bila kata ini berhasil dinobatkan menjadi Word of The Year tahun 2016 oleh Oxford Dictionaries. Sebuah fenomena yang mewabah bukan hanya di dalam negeri tapi di seluruh belahan dunia. Post Truth (Pasca Kebenaran) adalah kondisi dimana fakta tidak lagi relevan dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Singkatnya,orang tidak lagi mempercayai fakta, mereka lebih meyakini apa yang telah diyakini atas sebuah informasi.
Tentu saja tidak semua netizen menikmati atmosfir dikotomis yang kian menyesak, gelombang kegelisahan atas iklim logika biner juga kian membuncah. Hal ini dikarenakan iklim logika biner hanya membunuh daya kritisi dalam segala hal. Logika on-off yang cuma bisa punya dua alternatif pilihan. Sangat mudah kita jumpai, status atau statement saling serang antara dua kubu yang berbeda pandangan , "Dasar tukang nyinyir, bisanya cuma mencela kita, junjungan nya doank yang dipuja " atau "MasyaAllah, sungguh mata hatinya telah tertutup dari kebenaran, tidak lagi bisa melihat mana yang harus dipuja dan mana yang harus dilaknat, kalian telah membela dajjal ...saudaraku, insyaflah, bla ..bla ..bla."
Netizen yang menyadari bahaya jebakan logika biner tentu saja tidak ingin tinggal diam , sekalipun jumlahnya minoritas. Ajakan untuk keluar dari zona logika biner ini berusaha terus untuk diserukan. Sekalipun tidak mudah, karena resiko kian terjepit antara dua pihak yang saling serang juga menyertai. Lebih parah lagi dikotomi paling tajam selalu terjadi di dua ranah paling sensitif di masyarakat, politik dan agama.
Bagi mereka yang bergelut di dunia internet marketing, tentunya ada keharusan untuk selalu memahami mekanisme beberapa platform search engine (mesin pencari) maupun media sosial yang sekarang paling populer digunakan di dunia maya. Facebook salah satu media sosial terpopuler saat ini sebenarnya mengajarkan seseorang untuk lebih jeli dan peka dari jebakan logika biner. Ingin tahu lebih jauh ?
Logika Facebook (Algoritma/Urutan Berpikir Facebook)
Facebook dalam prosedur pemanggilan datanya, lebih berbasis pada tema/topik sebuah fanpage, tidak sama dengan prosedur Google yang berbasis pada kata kunci "keyword".Seorang facebooker yang memiliki kecenderungan pada sebuah topik atau tema tertentu, tentu akan sering memberi "like" pada topik-topik, atau tema sesuai yang dia suka, dan ini akan menjadikan lini masa (timeline nya ) juga lebih banyak berisi topik-topik atau tema sesuai kecenderungan tersebut. Dia akan lebih jarang melihat topik atau tema yang berseberangan dengan kecenderungannya, dan lini masa nya juga cenderung akan lebih sepi dari tema atau topik yang dia hindari.
Facebook akan menyimpan segala kebiasaan kita ketika berselancar di facebook , dan akan menjadikan data tersebut sebagai bahan untuk mengelompokkan penggunanya sesuai kecenderungan dan kebiasaan tersebut. Hal inilah yang menjadikan facebook bukan sekedar sebagai platform media sosial semata namun juga menjadi sarana yang membantu seorang marketer digital (online marketer / pemasar online) dalam menjual produknya.
Facebook menghadirkan target iklan yang sangat spesifik. Data-data spesifik pengguna seperti domisili, jenis kelamin, hobi, dan berbagai preferensi lainnya dimiliki oleh Facebook. Hal itu tentu sangat berguna bagi siapa saja yang hendak beriklan di Facebook. Dan inilah yang menjadikan Facebook lambat laun mampu menandingi Google dalam mendatangkan trafik bagi pengiklan. Dalam publikasi yang dilakukan oleh Fortune, hasil penelitian layanan analisis lalu lintas web Parse.ly mengungkapkan bahwa Facebook mampu mendatangkan hingga 43 persen trafik, sedangkan Google sebesar 38 persen.
Logika Pedagang
Bagi seorang pemasar online , suksesnya marketing di Facebook via iklan mengharuskan melepaskan diri dari jebakan logika biner. Contohnya begini, bila anda ingin menjual jersey CR7 (Christiano Ronaldo) , lalu anda mentarget sasaran iklan anda pada fanpage-fanpage yang membahas tentang sepak bola terutama fanpage para Madridtista , padahal tidak semua follower Fanpage Madridtista adalah penggemar CR 7 (Christiano Ronaldo), banyak yang lebih fanatis kepada Gerard Bale, misalnya.Dengan data ini, jika anda nekat menjalankan iklan, bisa diprediksi hasil konversi dari iklan anda akan kecil dan cenderung rugi alias tekor.
Sebagai pengiklan, anda harus lebih teliti untuk membuat irisan-irisan himpunan, diantara Madridtista pasti ada yang haternya CR7, maka sisihkan golongan yang ini, jangan dimasukkan dalam target iklan , karena akan sia-sia. Target yang harus dibidik adalah Madridtista yang juga penggemar CR7, dengan begitu konversi iklan akan semakin tinggi, karena produk akan lebih laku dan pada target yang lebih spesifik.
Pelajaran yang bisa kita ambil dalam hal ini adalah :
- Berpikir biner itu bisa membunuh daya kritis, melemahkan daya analitis , kurang teliti dan terjebak pada keyakinan yang mengarah pada fanatisme irasional.
- Kelompok yang berpikir nya biner , mudah terjebak pada fanatisme , biasanya jadi sasaran empuk oleh iklan-iklan lebay berbumbu rayuan surga yang menjanjikan keuntungan tapi hanya berbuah kebuntungan. Baik mereka yang menjual isu politik maupun mereka yang menjual produk.
- Suka atau benci memang tidak bisa dipaksakan , tapi saringan untuk memilah dan memilih jangan sampai jebol, asal benci maka semua yang dikata menjadi salah, asal suka maka semua yang diucap menjadi benar.
0 komentar:
Posting Komentar