WHAT'S NEW?
Loading...
Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan

Majalah Tempo edisi 15 Juni 2019 terbit dengan sampul muka berlatar perempuan-perempuan berniqab di tenda penampungan tahanan ISIS di Suriah. Meski laporan investigative langsung dari kantong-kantong pengungsian di Suriah ini ciamik dan enak dibaca – tentu dengan perasaan getir bercampur marah, namun sejatinya saya lebih tertarik dengan reportase di rubrik “Iqra” yang mengambil bahan dari buku karya terbaru George Quinn “Bandit Saints of Java” – kisah makam-makan “wali pinggiran” atau “tokoh fenomenal” masa lalu yang ramai dikunjungi penziarah.

Yang menarik justru bagaimana persepsi masyarakat Jawa – juga hampir seluruh kebudayaan nusantara – yang membangun impresi dan gambaran tentang sosok-sosok yang mencuat namanya dalam bentuk paling hiperbola sekalipun ketika wujudnya sudah berbentuk kuburan. Dengan mitos, legenda, atau cerita-cerita berbumbu, makam-makam yang tersebar banyak hingga di hutan dan perbukitan dipercaya mampu mendatangkan nasib baik atau bisa mencukupkan hajat yang mendatanginya.

Padahal, beberapa di-antaranya hanyalah seorang berandalan (bandit) di masa hidupnya, seperti Ki Balak dan Ki Boncolono namun kemudian menyebarkan budi baik di masyarakat. Hasil jarahan atau rampokannya – seperti kisah Si Pitung atau Robin Hood – disebarkannya ke kaum miskin. 

Jadilah, sepeninggal mereka, kuburannya menjadi semacam tempat keramat yang disinggahi penziarah. Menariknya, kuncen makam Ki Balak menganjurkan penziarah untuk memberi sesajen berupa candu mentah kalau hendak hajatnya dikabulkan. Konon karena Ki Balak semasa hidupnya ratusan tahun lalu adalah seorang penikmat candu.

Ada juga kisah lain, tentang Mbah Jugo, yang sejatinya menurut salah satu versi cerita, hanyalah seorang tabib Cina yang rajin menyembuhkan penduduk di Gunung Kawi – yang kini terkenal sebagai gunung pesugihan. Makamnya di desa Jugo menjadi tempat warga keturunan Tionghoa memohon rezeki dan dilancarkan usahanya. 

Penziarah berdatangan tidak hanya dari nusantara, tapi juga dari Malaysia, Singapura, bahkan dari Taiwan, Hongkon dan Cina. Di sekitar makamnya berdiri banyak juga kelenteng Cina, berdampingan dengan masjid dan pesantren.

Anehnya, sosok Mbah Jugo juga muncul dalam versi Islamnya. Sosok mbah Jugo di-islam-kan sedemikian rupa sehingga ia kemudian diceritakan sebenarnya adalah seorang alim bernama Kiai Zakaria. Kiai ini konon adalah perwira dari pasukan Diponegoro yang menyingkir ke Gunung Kawi. Oleh penduduk sekitarnya, dua versi berbeda dalam satu sosok makam ini tidak begitu diributkan. Buat mereka, impresi para penziarah adalah hak masing-masing.

Cerita lainnya tentang makam yang dikeramatkan berasal dari Sumenep. Ada satu makam yang dipercaya menjadi tempat jasad Pangeran Jimat atau Cakranegara II beristirahat dan menjadi tempat yang ramai dikunjungi. Namun arsip kolonial menuliskan bahwa pangeran ini punya kecenderungan seksual yang berbeda dari umumnya, dia dianggap menyukai sesama jenis. 

Pangeran yang tak pernah memiliki istri dan keturunan ini diceritakan suka memelihara prajurit atau pangeran yang tampan di istananya. Para penziarah bukan tak tahu mitos itu, mereka tahu ada versi cerita tentang Pangeran Jimat yang homoseksual. Tapi mereka cukup memaklumi, bagi penziarah itu, sosok wali memang terkadang punya perilaku yang tak biasanya.


Menariknya, di tengah semakin maraknya Islam konservatif yang kadang bernuansa politis ke nusantara, jumlah penziarah ke makam-makam suci ini konon semakin melonjak jumlahnya. Artinya, penganut Islam tradisional tidak terpengaruh dengan perkembangan “dakwah” islam a la kaum kota atau – entah bagaimana mengklasifikasikannya. Di tahun 1988, makam-makam suci ini diziarahi hanya sekitar 500ribu orang. Namun di tahun 2005, jumlah ini meningkat menjadi tiga setengah juga. 


1815. Salah satu suku asli nusantara, berikut bahasa tuturnya, Tambora, hilang dan punah disapu letusan gunung Tambora. Bersama suku Tambora, konon ada sekitar 50ribu hingga 117ribu jiwa korban kematian akibat murka gunung setinggi 2850mtr ini.

Efek letusan Tambora ini menjangkau pula benua Eropa, dikenal dengan masa “a year without summer” – karena efek erupsinya, langit eropa sepanjang tahun 1816 tertutup awan pekat dari letusan gunung api ini. Konon, tak ada sinaran cahaya matahari setahun itu. Gelap dan buram saja. Seperti suasana sosmed jelang pilpres.

Bahasa Tambora, bahasaa yang sudah punah itu, ternyata dimasukkan ke dalam rumpun Bahasa Papua.

==

Papua, pulau besar yang terbelah ke dalam dua negara ini dianggap sebagai kawasan yang paling kaya akan ragam bahasa. Penduduk asli pulau ini berlimpah kekayaan bahasa dengan 800 variasi bahasa yang tersebar dari kepala burung dan Halmahera hingga ke teluk Milne di ekor Papua Nugini. Terkadang masing-masing tidak memiliki keterkaitan akar kata satu dengan lainnya. Belum lagi beberapa bahasa unik yang tak bisa dikelompokkan ke dalam Bahasa Papua karena perbedaan yang sangat tajam. Menurut ahli Bahasa, sebaran bahasa Papua ini berbeda dengan puak bahasa Melanesia di pasifik atau bahasa-bahasa Austronesia yang dituturkan penduduk Asia tenggara.

Dengan penutur yang diperkirakan berjumlah 4 juta jiwa, kelompok bahasa-bahasa Papua juga mencapai Sumbawa dan Timor Timur. Salah satu variasi bahasa Papua di Sumbawa, yakni bahasa Tambora sudah punah sejak 1815 karena penutur-penuturnya tewas disapu letusan dahsyat gunung Tambora. Tambora ini juga dikenal sebagai titik paling barat sebaran bahasa-bahasa Papua. Keberadaan kosa kata bahasa Tambora sempat dibukukan tahun 1817 oleh Raffless, sang Gubernur Jendral Inggris di Indonesia yang memang gemar menulis etnografi nusantara saat memerintah. Beberapa bahasa yang dipakai penduduk Timor Timur juga diidentifikasi sebagai bagian dari keluarga bahasa-bahasa Papua semisal Fataluku dan Makasae yang jamak dituturkan oleh penduduk Timor bagian timur.

Dari 800-an varian Bahasa Papua, hanya ada sekitar 10 bahasa yang dituturkan secara luas oleh lebih dari 20ribu jiwa. Bahasa-bahasa dominan ini diantaranya; Dani (180ribu penutur), Ekari (100ribu) di Papua Indonesia, kemudian ada Enga, Huli, Melpa dituturkan di Papua Nugini. Selain di pulau Papua, ada juga Makasae dan Fataluku yang dijadikan bahasa sehari-hari orang Timor Timur, juga ada Galela di Halmahera Maluku.

Untungnya, tak ada di antara Bahasa Papua itu yang punah selain Bahasa Tambora yang disapu letusan gunung tahun 1815. Meski ada juga beberapa bahasa-bahasa Papua yang digolongkan terancam punah, namun upaya peletarian bahasa-bahasa lokal ini diupayakan terus menerus melalui berbagai penelitian dan pengembangan yang melibatkan organisasi internasional. Menurut catatan UNESCO yang diterbitkan tahun 2010, ada 88 jenis bahasa Papua yang terancam punah yang sedang diupayakan pelestariannya.

==

TAHUN 2050, diperkirakan 90% dari bahasa yang ada di dunia saat ini – sekitar 7000 bahasa, akan punah. Artinya ada 6000-an bahasa yang kehilangan penuturnya. Kebanyakan bahasa ini punah karena terjajah dan tergantikan oleh bahasa yang lebih jamak dipakai oleh orang-orang sekitarnya. Salah satu contoh yang paling sering dibicarakan oleh para ahli bahasa adalah bahasa2 asli Amerika. Sebagian besar bahasa tempatanyang dituturkan oleh suku Indian ini punah karena terdesak oleh penggunaaan bahasa Inggris, Perancis, Spanyol dan Belanda sebagai akibat langsung dari proses kolonialisasi. Kalau tak punah, bahasa itu tercemari oleh kosa kata baru dari bahasa pendatang.

Bahasa melayu juga demikian. Saya kadang mengalami kesulitan memahami kosa kata dari teman yang bertutur melayu Malaysia. Kalau tak bertanya, mungkin tak akan paham maksudnya. Sebahagian kata-kata yang tak dimengerti itu rupanya adalah kosa kata yang tergerus atau berubah karena sentuhan bahasa asing itu.

Suatu saat bahasa Bugis, Jawa, Sunda, Batak mungkin akan ikut punah atau tercemari oleh kosa kata yang merengsek masuk dari luar. Itu seperti keniscayaan zaman, apalagi serbuan pengaruh media semakin beringas di zaman kini. Meski bahasa berangsur-angsur punah, atau berubah, namun cara manusia berkomunikasi selalu akan menemukan bentuknya. Selamat BERBAHASA.


Bukit Gancik (Gancik Hill Top) terletak di Kabupaten Boyolali, Jawa tengah. Perjalanan dari pusat kota Yogyakarta Sekitar 1,5 jam - 2 jam atau sekitar 70 km. Terletak di bawah lereng gunung Merbabu, Gancik Hill Top merupakan tempat wisata baru di area lereng Merbabu. Dari Bukit Gancik yang berada di Dusun Selo Nduwur, Desa Selo, Kecamatan Selo yang berada di ketinggian 1.850 mdpl lereng Merbabu, pemandangan di sekitarnya terlihat eksotis.

Nama Bukit Gancik berasal dari sejarah tokoh ulama terkenal Kyai Syarif yang tinggal di Merbabu. Konon jalur di bukit Gancik tersebut adalah jalur yang dilalui Kyai Syarif ketika hendak menuju ke Pasar Selo dari Merbabu.
Gancik dari kata gawe mancik (untuk pijakan) kyai. Gawe mancik saat sang kyai memandang pemandangan alam di sekitarnya dan gawe becik ( untuk kebaikan).

Jalan yang di lewati menuju Gancik Hill Top bukan jalan aspal. Jalur menuju bukit Gancik cukup memacu adrenalin karena hanya ada jalan setapak, menanjak dan kanan kirinya adalah kebun sayur mayur milik penduduk setempat. Kita harus melawati jalan-jalan kampung yang kecil, bahkan hanya muat untuk satu mobil. Sayangnya, tidak dilengkapi dengan tanda jalan ke tempat wisata, untuk sampai ke tujuan harus tanya ke penduduk sekitar karena tidak ada penunjuk jalan.

Dan di sana juga tidak tersedia tempat parkir untuk mobil. Bagi wisatawan yang menggunakan mobil dapat parkir di depan rumah penduduk yang paling dekat dengan lokasi namun hanya muat untuk dua mobil saja. Untuk  tiket anda hanya perlu membayar lima ribu saja. Dari tempat parkir mobil, di sana ada warung yang biasanya digunakan untuk para pendaki beristirahat begitu pula bagi wisatawan. Jalan menuju Gancik Hill merupakan jalan bagi pendaki juga untuk berkemah di lereng Merbabu, maka tidak jarang kita dapat menemukan banyak pendaki sedang berjalan menuju ke perkemahan di puncak.

Jalan  menuju lokasi pun sangat curam dan cukup jauh. Namun, ada pilihan bagi yang tidak kuat dengan menempuh jalan kaki, di sana disediakan jasa ojek dengan biaya sepuluh ribu rupiah sekali antar. Membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit menggunakan ojek, sedangkan jika anda berjalan kaki mungkin memakan waktu lebih lama karena jalan yang curam dan naik.

Di sana terdapat gardu- gardu pandang untuk para wisatawan mengambil foto dengan pemandangan yang sangat indah. Disarankan untuk datang ke sana pagi-pagi saat kabut belum turun, supaya dapa mengambil gambar tanpa terhalang kabut yang cukup sering turun. Bukit Gancik (Gancik Hill Top) menyediakan tiga gardu pandang, yang dua berhubungan sedangkan yang ke tiga lebih tinggi dari gardu dua yang pertama. Jika anda datang di waktu yang tepat anda bisa mendapatkan hasil foto yang bagus dan memuaskan.

Wisata Religi Di Bukit Gancik 

Empat tempat keramat di Bukit Gancik antara lain Gua Jalak, Watu Buto, Watu Jonggol dan Kali Gede. Kali Gede dianggap keramat oleh penduduk setempat karena meruapakan tempat pertapaan Kyai Simbar Joyo dan Nyai Simbar Joyo.Watu Buto dan Watu Jonggol berbentuk dua batu yang berukuran besar yang memiliki cerita sejarah yang mistis. Konon Watu Jonggol akan selalu kembali ke tempat semula bila ada yang menggeser letaknya.
Sedangkan Gua Jalak merupakan tempat persembunyian warga dari serangan musuh pada masa penjajahan Jepang dan Belanda.Jadi bisa dikatakan, Bukit Gancik (Gancik Hill Top) ini disamping merupakan obyek wisata alam, juga merupakan obyek wisata agro dan religi.

Tips- tips yang mungkin berguna jika anda berencana ke Gancik Hill Top :

1.) Disarankan menggunakan transportasi motor daripada mobil karena tempat parkir yang disediakan tidak mencukupi.

2.) Mengecek cuaca, karena perjalanan dari awal masuk ke Gancik Hill cukup jauh dan tidak ada tempat berteduh di tengah jalan.

3.) Menggunakan pakaian yang hangat, dan pantas untuk mendaki, mengenakan sepatu jangan sandal, pakai jaket jika tidak kuat dingin, pakai celana agar lebih mudah, namun jika anda akan menggunakan ojek mungkin ini tidak diperlukan

Kita dapat menikmati pemandangan pegunungan yang sangat indah jika datang di waktu yang tepat. Jika kondisi sekitar berkabut,jarak pandang terbatas, dan tentu saja pemandangan yang indah tidak bisa diabadikan dengan kamera. Namun yang disayangkan tidak banyak nya space untuk mobil dan juga gardu-gardu pandang yang kurang aman ada beberapa yang gampang goyang dan kurang pengaman. Bukit Gancik (Gancik Hill) cocok bagi mereka  yang suka petualangan (adventure) maupun yang suka mendaki gunung.  Bukit Gancik (Gancik Hill) direkomendasikan untuk di datangi.

 
Kata batik berasal dari gabungan dua kata yang berasal dari bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan titik yang berarti titik. Kata batik itu sendiri merujuk pada media (bahan yang akan dibatik) yang dihasilkan dari corak malam yang diaplikasikan diatas media sehingga menahan masuknya bahan pewarna.

Pada umumnya,yang populer sebagai media untuk membatik adalah kain katun (mori) , yang utama memiliki karakter menyerap pewarna dengan baik. Namun sebenarnya ada media lain yang bisa digunakan untuk membatik selain kain , yaitu kayu yang pori-porinya bisa menyerap pewarna.

Kerajinan batik kayu di desa Krebet telah berlangsung sejak tahun 70 an. Lokasi desa Krebet yang merupakan sentra kerajinan batik kayu terletak di Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan,Bantul,Yogyakarta. Desa dengan suasana pedesaan yang sejuk dan rimbun karena dikelilingi hutan jati berpadu dengan bambu, memanjakan pengunjung untuk menikmati suasana khas desa yang damai.

Kekhasan dari kerajinan batik kayu dari Dusun Krebet ini memang tiada duanya. Produk-produk kerajinan kayu batik berupa topeng kayu batik, wayang kayu batik, aneka gantungan kunci dari bahan kayu bermotif batik , hingga pajangan interior berupa hiasan dinding,furniture dan beragam produk lain yang sangat cantik.
Semua produk tadi dikerjakan secara full hand made , dikerjakan secara manual menggunakan tangan. Prosesnya pun terbilang rumit, karena meliputi proses pengukiran kayu baru dilanjut dengan pembatikan.



Bahan yang dipakai berupa kayu sengon, klepu ataupun mahoni. Bahan-bahan ini didatangkan dari wilayah Bantul karena di sana masih tersedia bahan kayu yang cukup melimpah.Yang menonjol dari produk kayu batik Dusun Krebet adalah lebih halus dan warna yang lebih cerah, sebagai bukti pengalaman dan ketrampilan pengukirnya yang sudah mumpuni.

Disamping untuk berbelanja, para pengunjung juga bisa belajar membatik dengan menggunakan media kayu. Di desa wisata Krebet ini, rumah-rumah penduduk juga berfungsi sebagai galeri atau showroom untuk memajang berbagai produk kerajinan kayu batik. Beragam produk yang dijual mulai harga dibawah sepuluh ribu rupiah hingga yang berharga ratusan ribu bisa anda dapatkan langsung dari tempat produksinya.



Di Dusun Wisata Krebet ini, wisatawan yang ingin tinggal lebih lama juga bisa menyewa beberapa homestay yang ada di desa Krebet ini. Bukan hanya untuk mencermati produksi batik kayu , namun juga untuk menikmati suasana desa di sekitar Kecamatan Pajangan, karena di kecamatan ini juga ada beberapa obyek wisata yang bisa dicoba, seperti Telaga Pengilon, Sendang Ngembel, Curug Pulosari dan bahkan Museum Coklat. Menarik bukan , sisihkan waktu anda mengunjungi area wisata ini......monggo
Yogyakarta disamping terkenal sebagai salah satu kota dengan warisan budayanya yang beragam juga terkenal dengan batiknya yang khas. Sebagai kota tujuan wisata utama kedua setelah Bali,banyak tempat yang bisa dikunjungi, mulai dari Keraton Yogyakarta, Museum Budaya,Pusat Kerajinan Perak di Kotagede,Malioboro dan lain sebagainya.

Selain itu, Yogyakarta juga terkenal dengan batiknya, baik batik klasik khas Yogyakarta maupun batik kontemporer hasil kreasi para seniman batik modern. Ciri khas batik Yogyakarta adalah dari latar atau warna dasar kain. Warna latar atau warna dasar kain batik Yogyakarta ada dua macam yatu warna putih dan hitam,sedangkan warna batiknya bisa berwarna putih, biru tua kehitaman dan coklat soga, warna-warna ini khas sebagai warna-warna batik dari Yogya dan Solo, yang dikenal dengan warna Sogan.

Ragam hias batik Yogyakarta ada yang geometris seperti lereng atau garis miring lerek, garis silang atau ceplok,kawung,anyaman, dan limaran. Ragam hias yang nongeometris seperti semen,lung-lungan, dan buketan. Ada juga ragam hias yang bersifat simbolis misalnya meru melambangkan gunung atau tanah (bumi), naga melambangkan air , burung melambangkan angin atau dunia atas, dan lain-lain. Ragam motif batik Yogyakarta sangat banyak dan semuanya indah menawan, mulai dari motif bunga, tumbuhan air, tumbuhan menjalar, satwa dan lain-lain. Semuanya tertuang dengan indah dalam kain batik.



Industri batik Yogyakarta terdapat di beberapa tempat, antara lain yang terletak di sekitar pusat kota Yogyakarta , bisa mengunjungi daerah Tirtoyudan, Panembahan, Ngasem , dan Prawirotaman. Atau , untuk beberapa wilayah yang masih termasukdalam provinsi DIY Yogyakarta terletak di daerah Bantul antara lain : daerah Wirirejo,Wukirsari,Murtigading dan yang terletak di Kulonprogo berada di daerah Hargomulyo,Kulur,Sidarejo dan di daerah Gunungkidul di daerah Nitikan dan Ngalang.

Obyek Wisata Sentra Kerajinan Batik Tulis di sekitar Yogyakarta 

Desa Wirirejo yang terletak di daerah Pajangan , Bantul merupakan sentra kerajinan batik tulis khas Bantul atau dikenal dengan nama Batik Bantulan. Pajangan adalah sebuah area yang terletak di sisi timur selatan Yogyakarta , tidak jauh dari area wisata sejarah Goa Selarong (tempat persembunyian Pangeran Diponegoro ketika perang melawan penjajah).Di daerah ini kita akan dapat menjumpai puluhan rumah warga yang sekaligus sebagai showroom atau galeri yang menawarkan beragam kain batik tulis maupun cap khas Bantul.

Sentra kerajinan batik tulis Giriloyo, Wukirsari, Bantul juga merupakan tujuan wisata yang kian hari kian ramai dikunjungi wisatawan yang berniat untuk sekedar melihat-lihat suasana kampung produksi batik ini, atau menginginkan berburu kain-kain batik yang menawan. Yang paling khas dari sentra batik tulis Giriloyo ini adalah motif-motif batik klasik yang sudah agak sulit ditemukan. Seperti misalnya motif batik sekar tanjung, wahyu tumurun,parang kusumo, truntum, sidomukti, semen romo, semen gurdo, kawung, sekar jagad dan lain-lain.

Para pengrajin batik tulis di Giriloyo ini banyak dijumpai di rumah-rumah tidak jauh dari komplek makam raja-raja Mataram Islam. Rumah-rumah tersebut juga difungsikan sebagai galeri batik produksi mereka. Dusun Giriloyo , Desa Wukirsari , Kecamatan Imogiri terletak sekitar 9 km arah selatan Yogyakarta , dan dikenal dengan nama Kampung Batik Giriloyo.

Untuk batik tulis produksi daerah Kulonprogo pun kita akan bisa menemukan corak yang juga berbeda, namun satu hal, semua diproduksi dengan kecintaan yang mendalam pada filosofi budaya Jawa yang tertuang dalam bentuk-bentuk ornamen batiknya yang senantiasa mengandung pesan dan makna yang dalam dari nenek moyang kita dulu.
Akhir kata, semakin kita mengenal lebih dalam budaya bangsa kita sendiri, akan tumbuh kecintaan kita terhadap nilai-nilai luhur yang dikandungnya, dan akhirnya menumbuhkan semangat dan kebanggaan untuk melestarikan serta mengembangkannya, hingga menjadi warisan tiada akhir untuk generasi mendatang.