WHAT'S NEW?
Loading...

Ketika Calon Kepala Daerah Sebagai Tersangka Korupsi

Bersamaan dengan penetapan calon kepala daerah oleh KPU, berturut-turut KPK juga melakukan operasi tangkap tangan dugaan tindak korupsi yang dilakukan oleh beberapa calon kepala daerah yang hendak berlaga ini.  Tentu hal ini bukan hal yang menggembirakan. Alokasi APBD dan APBN untuk menyelenggarakan proses pemilihan serentak para kepala daerah ini sangat besar, dan ternyata hanya menghasilkan pejabat publik yang masih terlibat tindak korupsi yang memalukan.

Kita masih ingat peristiwa pilkada Kota Tomohon 2010,dimana calon walikota yang sedang proses hukum (ditahan) justru memenangkan pilkada pada waktu itu. Bahkan yang fenomenal sampai - sampai pelantikan sang kepala daerah ini dilakukan di aula penjara. Padahal calon yang sudah ditetapkan KPU tidak bisa mengundurkan diri, meskipun yang bersangkutan 'berhalangan' karena sedang menjalani proses hukum.

Ketentuan pasal 53 ayat (1) UU No.10 tahun 2016 menyatakan bahwa :..."pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan KPU Kabupaten/Kota".Pasangan calon kepala daerah hanya bisa mundur dari proses pencalonan jika menghadapi tiga kondisi yakni : meninggal dunia,berhalangan tetap, dan dijatuhi hukuman tetap. Artinya hampir tidak ada ruang bagi calon kepala daerah yang bermasalah hukum untuk bisa mengundurkan diri dari proses pencalonan.

Kenyataan yang terjadi, operasi tangkap tangan yang terus digeber oleh KPK dan berhasil menjerat para calon kepala daerah menunjukkan bahwa proses seleksi dan rekruitmen para kandidat yang dilakukan partai politik masih buruk. Isu mahar politik yang menjadikan pencalonan menjadi berbiaya tinggi seakan terkonfirmasi dengan perilaku koruptif calon kepala daerah yang diusung partai politik. Praktik candidacy buying dan money politic,semakin kentara dengan apa yang berlangsung belakangan ini.

Pembiayaan kandidat yang terbesar terjadi di dalam proses kandidasi, dan tentu juga untuk membiayai mesin politik partai pengusung dan pendukung. Sekalipun sebagian biaya kampanye sudah ditanggung negara,namun biaya politik yang dikeluarkan calon dalam kampanye tetap tidak kecil. Praktik korupsi itu buah dari tingginya biaya proses politik para kandidat yang berujung pada operasi tangkap tangan KPK.

Politik biaya tinggi inilah yang seharusnya menjadi perhatian semua pihak, khususnya pembuat kebijakan. Bagaimana membangun regulasi agar praktik-praktik buruk candidacy buying dan money politc bisa ditekan serendah mungkin. Partai khususnya juga turut andil untuk memikirkan pengaturan mekanisme rekrutmen politik yang sehat dan demokratis. Di pihak pemilih, dorongan untuk menumbuhkan citizenship yang bertanggung jawab juga harus diperkuat. Masyarakat harus disadarkan bahwa praktik money politic hanya akan menghasilkan politik berbiaya tinggi dan punya peluang besar melahirkan pemimpin korup.Pemimpin korup lahir dari masyarakat yang korup.

0 komentar:

Posting Komentar