WHAT'S NEW?
Loading...

Home Learning Jalan Menuju Kemerdekaan Belajar

Saya lebih suka menyebut istilah home learning  daripada home schooling, home learning adalah sebuah bentuk Family Based Education  ( Pendidikan berbasis keluarga ), bukan semata-mata memindahkan sekolah ke rumah. Dalam konsep ini yang terpenting adalah belajar, bukan sekolah . Belajar adalah hak setiap anak, sekali lagi, belajar adalah hak dan bukan kewajiban, dan belajar bisa dilakukan tanpa sekolah formal ataupun bersamaan dengan sekolah formal.
Inti dari home learning adalah kesadaran mengembalikan titik pusat (titik pivotal) pendidikan ke keluarga dan anak didik (siswa ). Semangat home learning adalah kemerdekaan dalam belajar. Kemerdekaan untuk memilih mempelajari bidang yang diminati ,kemerdekaan untuk memilih dimana belajar, baik di dalam maupun diluar sekolah.
Maka muncul pertanyaan, beranikah kita merdeka belajar ? Beranikah kita belajar merdeka ?

Dan , sudahkan anak-anak Indonesia,pelajar-pelajar di negeri ini MERDEKA ?
Merdeka memilih ilmu yang ingin dipelajari,merdeka menentukan nasibnya? Merdeka menemukan jati dirinya ? Merdeka menuruti panggilan hidupnya, sesuai dengan tuntutan peradaban yang harus disongsong kelak.

Profesor Ray Kurzweil ,seorang futuristik terkemuka meramalkan bahwa dalam tiga puluh tahun mendatang akan tercapai yang dinamakan "singularity", saat otak manusia dan kecerdasan tiruan komputer (artificial intelligence) bergabung menjadi satu.
Beliau mengungkapkan pula , dengan begitu manusia akan mengalami beberapa hal :

  • Kecerdasan manusia akan berlipat SATU MILYAR KALI, dibantu oleh mikrocip artificial intelligence yang tertanam dalam otak dan terhubung ke cloudcomputing via satelit,serta modifikasi genetika manusia.

  • Semua informasi (ilmu), fakta (data), dan keahlian (program) bisa diakses langsung ke otak dan disimpan dalam DNA manusia yang bisa diprogram.

  • Berkat konektivitas mikrocip otak, manusia akan bisa bertelepati dengan mesin dan mentransmisikan pikiran abstrak yang murni tanpa tercekik bahasa manusia serta ilustrasi audio - visual , hingga dapat berpikir kolektif secara massal

  • Hampir semua yang dipelajari oleh siswa hari ini, semua pekerjaan (profesi ) yang ada hari ini, dan hampir semua peradaban tempat kita hidup sampai kini, akan usang dan punah.

  •  Manusia akan berevolusi menjadi spesies baru (cyborg) dan membangun peradaban baru. Pada saatnya nanti,definisi kemanusiaan mungkin perlu di rumuskan ulang.


Membaca ramalan Prof Ray Kurzweil ini, memunculkan pertanyaan, siapkah anak-anak atau siswa-siswi Indonesia beradaptasi dengan peradaban singularity ini ? Sementara hingga detik ini mereka belum mencapai kemerdekaan dalam belajar.

Penjara itu Bernama Sekolah

Pendidikan formal yang sering diwakili dengan sebuah bangunan gedung,berikut perangkat belajar mengajarnya baik berupa kurikulum, metode pengajaran,serta para guru sebagai pelaku pengajaran semua cenderung formal , birokratis,struktural,konservatif dan statis.
Sebaliknya,perkembangan dunia kian hiperdinamis, sehingga semakin mustahil bagi birokrasi pendidikan bisa mengimbangi kecepatan perkembangannya. Sudah saatnya dunia pendidikan diimajinasikan ulang menjadi bentuk yang real time, mutakhir,relevan dan dinamis serta luwes terhadap segala tuntutan kebutuhan.

Teknologi digital hari ini yang melesat dengan segala perkembangannya, menyajikan informasi dan ilmu dengan begitu tanpa batas. Ekosistem digital adalah sarana yang bisa membantu anak didik (siswa ) untuk mencapai kemerdekaan dalam belajar. Sebuah smartphone memiliki akses informasi jauh lebih komplit dan lebih luas daripada segudang buku, sederet gelar dan ijazah, setumpuk sertifikat dan seabad pengalaman mengajar seorang guru.
Kondisi seperti ini seharusnya membuat kita perlu mengevaluasi kembali fungsi siswa (peserta didik) yang seringkali menjadi penyerap dan penghapal informasi, dan peserta ujian.
Fungsi siswa atau anak didik harusnya adalah :
- sebagai pencari ilmu yang tepat
- penyaring informasi yang baik
- dan pengambil keputusan yang andal.
Dan fungsi guru tentu tidak bisa lagi sebagai orang yang paling pandai di kelas, melainkan sebagai pelatih siswa agar menjadi manusia masa depan yang sesuai fitrah hidupnya.

Pertanyaannya,siapakah sosok PELATIH UTAMA yang paling peduli dan bertanggung jawab untuk membantu anak menanamkan sisi kemanusiaannya , menemukan fitrah hidupnya, dan mengembangkan dirinya menjadi manusia masa depan sebaik-baiknya ? Tentu saja orang tua .

0 komentar:

Posting Komentar