WHAT'S NEW?
Loading...

Bangun Brand , Kita Bukan Negeri Tukang Jahit

Dari dulu saya sering berpikir, kenapa sepatu berlambang centrang itu bisa laris manis dipasaran, sekalipun harganya bisa mencapai tujuh digit dalam rupiah.Semua dijual dengan harga bandrol, tanpa tawar menawar. Ayo kita bandingkan dengan sepatu kulit dari sentra kerajinan kulit di Manding, Bantul, Yogyakarta. Harga sepatu dengan bahan kulit sapi asli , dijahit handmade dijual dengan kisaran harga masih dibawah lima ratus ribu rupiah saja per pasang , masih ditawar pula. Dan satu lagi , lebih bangga yang mengenakan sepatu berlambang centrang ,daripada sepatu Manding.

Muncul pertanyaan, lebih baik mana :
Buatan Indonesia, Merek milik asing.
Buatan luar negeri , merek milik Indonesia.

Yang menjawab opsi pertama , tentu tidak salah, karena dengan produksi di Indonesia maka akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan, menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Namun hal itu bersifat sementara, kenapa ? karena bila para pemilik merek itu menemukan "tukang jahit" di negara lain yang lebih murah dengan kualitas yang serupa,dengan mudah mereka bisa memindahkan tempat produksinya.

Pindahnya produksi sudah sering terjadi di Indonesia. Tentu saja pemicunya adalah upah buruh yang semakin tinggi, maraknya ancaman demo, juga pungutan liar disana-sini yang menjadikan biaya produksi kian melambung,, dan bagi investor, memindahkan produksi ke negara yang lebih kondusif adalah pilihan paling masuk akal. Tapi, apapun alasannya, mencari tempat produksi termurah dari waktu ke waktu tentu hal yang jamak dan lumrah, begitulah kapitalis .....!

Beda cerita bila kita bertukar posisi sebagai pemilik merek. Kitalah yang akan memegang kendali, kemana telunjuk menunjuk disitu produksi terjadi. Bahkan bila kita memutuskan agar produksi tetap dilakukan di dalam negeri dengan bayaran yang lebih mahal.

Mari kita pelajari ilustrasi gambar sepatu di atas
Harga bandrol untuk sepatu pertama (dengan lambang centrang ) adalah Rp 1.599.000,-
Harga terendah setelah diskon adalah Rp 801.700,-
Bulatkan saja jadi 800 ribu rupiah.

Bagaimana halnya dengan sepatu yang tanpa lambang centrang ?
Bersediakah anda membayar 800 ribu untuk harga sepatu itu ? Kalo tidak, berapa harga yang mau anda bayar ? Kita asumsikan, karena sudah tau kualitasnya sekalipun tanpa ada lambang centrang, anda mau membayar seharga 200 ribu.

Tentu kita bisa berpikir, sepatu tanpa centrang ternyata harganya hanya 25 persen daripada harga sepatu yang sama dengan lambang centrang , jadi harga logo centrang itu adalah 600 ribu kawan ..!

Harga logo itu adalah untuk membeli gengsi , kualitas, kepercayaan dan itulah yang kita beri nama BRAND

Jadi keuntungan terbesar justru masuk ke pemilik merek bukan kepada penjahit, betul tidak ?

Sayangnya, Indonesia masih menjadi negeri tukang jahit, dan sedikit yang melek branding. Padahal kalo kita bicara kualitas , kualitas produk Indonesia tidak kalah dengan produk dari negara asia lainnya .

Tentu kita pernah dengar merek semacam : Peter Says Denim, jeans produksi dari Bandung, Niluh Djlantik, sepatu buatan Bali, Dowa ,tas rajut dari Yogyakarta, Sarah Beekmans,kalung limbah tanduk sapi, Bali.
Mereka adalah para pemilik merk (Brand Owner ) dari Indonesia. Produk-produk yang brand nya juga dikenal di luar negeri,dan menjadi bukti kualitas produk nya memang tidak perlu diragukan lagi. Dan tentu saja, tidak ada alasan lagi untuk malu menggunakan produk dalam negeri.

Sebagai pembanding, bila kita akrab dengan merek-merek seperti NIKE,ADIDAS,NEW BALANCE , itu masih diproduksi di Tangerang dan Cianjur. IKEA yang memproduksi furniture , pabriknya ada di Semarang dan Solo. BARBIE diproduksi PT Mattel Indonesia, Cikarang, Jawa Barat.

Semua merek tersebut diproduksi di Indonesia, di negeri kita ini, namun, bila anda sebagai konsumen, lebih bangga mana anda mengenakan produk dengan merek lokal ataukah produk dengan merek luar (diproduksi di Indonesia )?
Sekali lagi, ternyata kata kuncinya adalah "Brand" = merek

Sudah selayaknya generasi muda mulai fokus untuk membangun brand, mempertajam kreatifitas pemasaran, apalagi internet menjadi sarana yang menjadikan dunia tanpa batas (borderless). Mulai berpikir untuk membangun brand, berkolaborasi dengan produsen-produsen lokal. Menguasai digital marketing adalah sebuah opsi yang harus dipilih, sebagai leverage (daya ungkit) untuk membangun brand dan memperkuat daya jual produk dalam negeri kita, karena digital marketing memiliki daya tembus batas ruang dan waktu.

Keluar dari batas sebagai 'tukang jahit' menjadi seorang 'brand owner' adalah sebuah bentuk perjuangan meraih KEMERDEKAAN , kemerdekaan untuk melepaskan diri dari penjajahan ekonomi dan ideologi.

0 komentar:

Posting Komentar